Minggu, 09 September 2012

Indonesia punya :)



Katak Rawa "Kekar" Ditemukan di Riau
Penulis : Yunanto Wiji Utomo | Selasa, 28 Agustus 2012 | 06:18 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Satu lagi jenis katak baru ditemukan di Indonesia, menandakan bahwa Indonesia kaya akan beragam jenis amfibi. Spesies yang ditemukan kali ini dinamai Hylarana rawa. Penemuan spesies ini melalui proses panjang. Pada tahun 2007, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan beberapa pihak menginventarisasi biodiversitas Suaka Margasatwa Giam-Siak Kecil. Tujuannya, sebagai acuan pengajuan suaka margasatwa sebagai cagar biosfer.

Dalam proses inventarisasi, peneliti dan teknisi herpetologi LIPI, Ir Mumpuni dan Mulyadi, berhasil mengambil satu spesimen katak yang kemudian dideskripsikan sebagai Hylarana rawa ini.Jumlah spesimen yang berhasil dikoleksi hanya satu. Spesimen itu kemudian dibawa ke Museum Zoologi Bogor. Identifikasi morfologi saat itu hanya berhasil mengidentifikasi hingga tingkat genus, yakniRana.
Rana sebelumnya adalah marga yang juga menaungi Hylarana. Karena perkembangan taksonomi, maka Rana sekarang terbagi menjadi beberapa marga baru, di mana Hylarana hanya salah satunya.
Identifikasi secara molekuler pada spesimen baru dilakukan Amir Hamidy dari Museum Zoologi Bogor bersama pembimbing S-3-nya di Kyoto University, Masafumi Matsui, pada tahun 2012.
"Dari hasil analisis molekuler dari mitokondria DNA, gen 16S rRNA, bisa diketahui bahwa MZB Amp 14656 (kode spesimen) merupakan jenis baru, dengan perbedaan jarak genetik yang cukup besar 13,9–15,7 persen dari jenis-jenis lain sekerabatnya," urai Amir.

Peneliti juga membandingkan spesimen dengan tiga jenis katak segenus lain, Hylarana baramica,Hylarana laterimaculata, dan Hylarana glandulosa. Ciri-ciri yang membedakan jenis-jenis tersebut diidentifikasi.
"Karena MZB Amp 14656 merupakan spesimen jantan, maka kami berhasil mengidentifikasi salah satu karakter seks sekunder, yaitu memiliki humeral gland (kelenjar di lengan atas) yang sangat besar dibandingkan dengan ukuran badannya," jelas Amir. Kelenjar tersebut membuat lengan katak terkesan kekar.
Selain karakteristik itu, dalam surat elektronik kepada Kompas.com, Senin (27/8/2012), Amir juga mengatakan bahwa Hylarana rawa memiliki selaput kaki yang minimal, tak seperti katak jenis lain.

Tentang nama "rawa" sendiri, Amir mengatakan, nama itu dipilih sesuai habitatnya di rawa. Menurutnya, tak banyak jenis katak yang bisa beradaptasi dan hidup di lingkungan rawa gambut yang asam. Setelah deskripsi Hylarana rawa sebagai spesies baru, pencarian lagi spesies itu masih perlu dilakukan. Hingga saat ini, informasi biologi seperti populasi dan status konservasinya belum diketahui.

"Jangan sampai penemuan kali ini menjadi yang terakhir ditemukannya Hylarana rawa. Kekhawatiran ini cukup beralasan karena amfibi merupakan hewan yang sangat rentan dengan perubahan lingkungan, termasuk pemanasan global," ungkap Amir.

Penelitian ini dipublikasikan di jurnal Current Herpetology edisi Juni 2012.
Editor :
Eko Hendrawan Sofyan


Tikus Tanpa Geraham Ditemukan di Sulawesi
Penulis : Yunanto Wiji Utomo | Rabu, 22 Agustus 2012 | 15:34 WIB
Dibaca: 5543
Komentar14
|
Share:
Kevin C. RowePaucidentomys vermidax
JAKARTA, KOMPAS.com — Ekspedisi penelitian yang dilakukan di Sulawesi berhasil menemukan genus tikus baru. Makhluk ini unik karena tidak memiliki gigi geraham.
Penemuan yang dipublikasikan di jurnal Biology Letters itu diprakarsai oleh Anang Setiawan Achmadi dari Museum Zoologi Bogor, Jacob Esselstyn dari McMaster University di Kanada, dan Kevin C Rowe dari Museum Victoria Melbourne. "Spesies tikus ini unik karena tidak memiliki molar atau gigi geraham," kata Anang saat dihubungi Kompas.com, Rabu (22/8/2012).

Tikus baru ini hanya berukuran beberapa sentimeter dan memiliki moncong yang panjang. Semua tikus yang ditemukan sebelumnya memiliki gigi seri, gigi taring, dan gigi geraham. Namun, tikus ini hanya memiliki dua gigi seri dan gigi taring, tanpa geraham. Spesies dan genus tikus baru ini dinamaiPaucidentomys vermidaxPaucidentomys berarti sedikit gigi, sementara vermidax berarti pemakan cacing.
Menurut Anang, tikus ini merupakan bentuk evolusi baru dari golongan tikus. "Secara morfologi, ini dekat dengan tikus. Tetapi, secara perilaku, ini dekat dengan curut. Karenanya, ini dinamai shrew ratatau tikus kencurut," papar Anang.
Tikus dan curut adalah hewan yang mirip, tetapi sebenarnya berbeda. Anang menerangkan salah satu perbedaan kedua hewan itu terletak pada makanannya. Curut adalah hewan pemakan serangga (insektivora), sedangkan tikus adalah hewan pemakan segala (omnivora).
Tiadanya gigi geraham merupakan salah satu adaptasi yang dialami tikus ini. "Spesies ini menyuguhkan bukti bagaimana evolusi bisa berbalik ke sifat-sifat yang muncul sebelumnya ketika menghadapi tantangan baru," kata Esselstyn seperti dikutip Discovery, Selasa (21/8/2012).
Anang menuturkan, tikus spesies baru ini memakan cacing dan larva serangga dengan cara unik. Para peneliti menduga tikus ini makan dengan memotong cacing, lalu langsung menghisapnya ke dalam perut tanpa mengunyah lebih dulu.

Paucidentomys vermidax dideskripsikan dari dua spesimen yang seluruhnya ditemukan di Sulawesi. Satu spesimen ditemukan di Gunung Latimojong, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Adapun spesimen lainnya ditemukan di Gunung Gandang Dewata, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat.
Editor :
Laksono Hari W

Laba-laba Berkaki Pisau Ternyata Keluarga Baru
Minggu, 19 Agustus 2012 | 21:06 WIB
Dibaca:
|
Share:
Brent McGregorPeneliti menemukan kait atau cakar serupa pisau lipat di kaki-kakinya, yang diduga digunakan untuk menangkap serangga terbang.
Sekelompok penjelajah gua dan ilmuwan diberitakan menemukan laba-laba jenis baru di gua-gua selatan Oregon, AS. Namun, yang lebih istimewa dari temuan ini, laba-laba itu bukan sekadar spesies baru, melainkan juga jenis yang tidak termasuk keluarga laba-laba yang dikenal. Artinya, jenis ini adalah keluarga (family) yang sama sekali baru.

Hanya ada dua keluarga laba-laba lain yang ditemukan sejak tahun 1990 dari seluruh 111 keluarga laba-laba yang dikenal. Dan, ini adalah yang pertama ditemukan di Amerika Utara sejak 1890, kata peneliti Charles Griswold dari California Academy of Sciences.

Sejauh ini, keluarga laba-laba yang ditemukan hanya terdiri dari satu spesies, yang oleh para peneliti diberi bernama Trogloraptor marchingtoni. Nama belakangnya diambil dari Neil Marchington, anggota Western Cave Conservancy, yang pertama kali menemukan laba-laba tersebut. Sedangkan nama genusnya, Trogloraptor, berarti "perampok atau pemangsa dari gua."

Nama ini dianggap tepat karena peneliti menemukan kait atau cakar serupa pisau lipat di kaki-kakinya, yang diduga digunakan untuk menangkap serangga terbang. Dengan kaki terlentang, laba-laba ini bisa mencapai panjang sampai 8 cm.

"Ketika Anda berada di dalam gua yang gelap, dan hanya ada sinar lampu di kepala Anda, mereka akan tampak jauh lebih besar. Kadang kami terkejut melihat mereka bergantungan dengan jaringnya," kata Griswold.

Griswold dan rekan-rekannya menduga laba-laba itu hidup menggantung dengan jaring sederhana, dan menunggu mangsa lewat untuk diterkam dengan kaki bercakarnya. Namun, spesimen yang dipelihara di laboratorium belum bersedia makan. "Tampaknya mereka sangat pemalu," kata Griswold.

Laba-laba ini juga memiliki kelenjar beracun, meskipun tidak ada bukti bahwa itu berbahaya bagi manusia.

Griswold mengatakan, penemuan ini bisa membantu menjelaskan adanya legenda tentang laba-laba raksasa yang tinggal di gua-gua di daerah ini. Diduga ada spesies lainnya yang belum ditemukan, mengingat banyak gua di Amerika Serikat bagian barat baru sedikit dipelajari.

Dari sisi ilmu pengetahuan, penemuan keluarga baru seperti ini menjadi saat bersejarah. "Bagi para peneliti laba-laba atau arachnologists penemuan ini bagai menemukan dinosaurus jenis baru di bidang paleontologi," kata pakar laba-laba, Norman Platnick, dari Museum Sejarah Alam Amerika.

Hal lain yang tidak biasa tentang laba-laba ini adalah bahwa ia memiliki dua baris gigi atau serrula. "Saya tidak pernah melihat ada laba-laba lainnya dengan serrula seperti itu," kata Platnick.

Saat pertama kali ditemukan, laba-laba ini diduga sebagai pertapa coklat, nama sejenis laba-laba beracun. Namun, pemeriksaan lebih detail mengungkapkan bahwa temuan ini unik dan, setelah dua tahun penelitian, ditentukan bahwa jenis ini adalah keluarga baru. Hasil penelitian itu kemudian diterbitkan pada 17 Agustus 2012 di jurnal ZooKeys.
Sumber :
LiveScience
Editor :
A. Wisnubrata